Manusia adalah mahluk sosial, oleh sebab itu manusia
menjadi bermakna dalam interaksinya dengan manusia yang lain (sosial). Dengan
demikian, secara naluri kebutuhan atau dorongan untuk berafiliasi dengan sesama
manusia adalah melekat pada setiap orang. Agar kebutuhan berafiliasi dengan
orang lain ini terpenuhi, atau dengan kata lain diterima oleh orang lain atau
lebih positif lagi supaya disukai oleh orang lain, ia harus menjaga hubungan
baik dengan orang lain. Untuk mewujudkan “disenangi orang lain” maka setiap
perbuatannya atau perilakunya adalah merupakan alat atau “media” untuk
membentuk, memelihara, diterima, dan bekerja sama dengan orang lain.
Ciri-ciri motif berafiliasi :
- Senang menjalin “pertemanan” atau persahabatan dengan orang lain terutama dengan peer group-nya.
- Dalam melakukan pekerjaan atau tugas lebih mementingkan team work daripada kerja sendiri.
- Dalam melakukan tugas atau pekerjaan lebih merasa efektif bekerja sama dengan orang lain daripada sendiri.
- Setiap pengambilan keputusan berkaitan dengan tugas cenderung minta persetujuan atau kesepakatan orang lain atau kawan sekerjanya, dan sebagainya.
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan
sosial yang baik. Abraham Maslow (980: 80-92) menyebutnya “kebutuhan akan
cinta” atau “belongingness”. William
Schuz (1996) merinci kebutuhan soal ini ke dalam tiga hal inclusion, control, affection. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan
mempertahankan hubungan yang memusatkan dengan orang lain dalam hal interaksi
dan asosiasi (inclusion),
pengendalaian dan kekuasaan (kontrol), dan cinta serta kasih sayang (affection).
Secara singkat, kita ingin bergabung dan berhubungan
dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin
mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan
komunikasi interpersonal yang efektif.
Bila orang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal,
apa yang terjadi?. Banyak –kata Vance
Packard (1974). Ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, “dingin”, sakit
fisik dan mental, dan menderita “flight syndrome”.
Sumber :
Soekidjo Notoatmijo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka
Rakhmat, J. (2012): Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Komentar
Posting Komentar